Cerpen Pramuka | Sakura Dan Kamu - Ninabelle

Follow Instagram Admin @letkolrizki

Alarm dipagi hari membangunkanku, hari ini aku akan melakukan perjalanan jauh. Aku akan pergi ke Negeri Matahari Terbit, Jepang. Pesawat yang kutumpangi cukup penuh dengan penumpang, mulai dari keluarga yang akan berlibur, pasangan baru, sampai orang-orang berjas yang akan melakukan bisnis. Aku memilih kursi paling belakang karena aku berharap aku akan duduk sendirian, lebih nyaman untuk perjalanan yang cukup memakan waktu ini. Tapi harapanku itu pupus keran ada seorang pria yang akhirnya duduk di sebelahku. Pria itu berumur akhir 20an, dia tinggi, jangkung, dia sangat manis dan tampan. Ya, dia sangat tampan.
.
.
”Tempat duduk di sini sangat sempit, mari sini berikan aku barangmu, aku akan taruh di laci kabin, supaya tidak terlalu sempit,” kata pria itu. Aku tertegun, aku masih terpesona dengannya “Oh! Iya ini silahkan, memang agak sempit di sini,” Lalu pria itu duduk dan menyapaku “Halo, namaku Ryan, siapa namamu? Boleh kita berkenalan?”
Aku pada saat itu ragu karena di pesawat jarang ada orang yang mau berkenalan dan menyapa.
“Tenang, aku bukan penculik atau pembunuh kok,” jawabnya dengan tertawa. Aku tersenyum karena kata-katanya dan tawanya. “Namaku Ninabelle, kamu bisa memanggilku Nina,” Aku pun luluh karena leluconnya tersebut. “Senang berkenalan denganmu, sepertinya kita akan bersama dalam 8 jam kedepan.” katanya sambil tersenyum.
.
.
Dia terus mengajakku mengobrol dan kami pun mengenal satu sama lain. Ternyata dia adalah seorang dokter dia berumur 28 tahun, umurnya agak jauh denganku yang berumur 18 tahun selain itu kami juga bertempat tinggal di hotel yang sama ketika nanti kami di Jepang. Kami pun merencanakan untuk pergi menjelajahi kota Tokyo besama-sama selepas kami sampai nanti, karena aku maupun dia tidak pernah pergi ke Jepang sebelumnya.
.
.
“Kita akan mulai perjalanan kita malam nanti ya, kita berjalan-jalan dulu di sekitar hotel mencari makan malam, jangan sampai lupa nanti kamu turun jam 6, jangan buat aku menunggu,” katanya sambil menulis-nulis rencana kami. “Iya pasti nanti aku akan turun kok, aku juga perlu makan, hehehe,” jawabku. “Hahaha, kamu itu lucu juga ya? Makanan aja terus yang dipikirin.” jawab Ryan sambil mengacak-acak rambutku.
.
.
Aku tidak mengira aku bisa sedekat ini dengan dia. Bahkan aku telah mengangap dia sebagai kakakku sendiri, padahal kami juga baru bertemu. Sesampainya kami di Jepang kami pun memesan satu taksi untuk berdua, lumayan untuk menghemat biaya transportasi, lagi pula kami juga menuju ke tujuan yang sama. Kami istirahat dan seperti yang telah kita rencanakan kami akan berkeliling di sekitar hotel untuk makan malam.
.
.
“Kamu udah laper?” tanyanya. “Iya, tapi kita cari dulu mau makan apa, jangan yang aneh-aneh,” jawabku. “Aku mau cobain itu ah, tentakel gurita yang dibakar, katanya enak banget,” katanya sambil tersenyum. “Ih. Gak mau ah mana enak sih, kita makan ramen kalo gak nasi aja,” kataku. “Ahh. Itu mah banyak di Jakarta juga, makan yang berbeda donk,” jawabnya. “Ya udah kalo mau makan gurita-gurita itu, aku mau cobain aja gak mau makan satu porsi,” kataku dengan marah. “Yah gak usah marah gitu, gini aja deh, kamu pesen dulu aja satu porsi, siapa tau kamu suka, kalo gak suka yaudah, nanti kamu kelaperan lagi malem-malem.” katanya.
Aku mengiyakan dan mengangguk.
.
.
Kami pun makan dan ternyata aku tidak terlalu suka dengan makanannya, jadi setelah aku makan satu potong Ryan langsung mengambil piringku dan memakan sisanya.
“Eh, gak usah dimakan yang sisanya,” kataku. “Gak papa aku makan sayang makanannya, abis ini kita makan ramen aja lagi.”
Aku pun tersenyum, gak sangka bisa ada cowok sebaik ini. Kami pun makan lagi di tempat yang lain. Setelah makan kami pun berjalan-jalan.
.
.
“Kamu kenapa pilih jalan-jalan ke sini?” tanyaku untuk memecah kesunyian “Aku mau meluangkan waktuku dulu sendiri, aku sebentar lagi mau menikah, aku dijodohin sama orangtua aku, ya jadi sebelum nikah dan terkekang aku pengen sendiri dulu. Kalau kamu ngapain ke sini?” tanyanya, “Ini pertama kalinya aku pergi tanpa kedua orangtuaku, aku mau mandiri, jadi aku pilih ke sini karena aku pengen ini jadi liburan yang terkenang gak biasa, di sini aku mau mencoba jadi diri aku sendiri tanpa tekekang orangtua.” kataku.
.
.
Malam semakin lama semakin larut, kami pun kembali ke kamar hotel masing-masing. Sebelum tidur, aku pun berpikir, dia udah punya pacar bentar lagi nikah. Dia udah mapan, udah sukses jadi dokter, wajarlah kalau banyak cewek yang mau nikah sama dia. Aku juga ngapain peduli sama pacarnya dia, gak mungkin kan suatu saat nanti kami bakalan pacaran. Toh, secara umur kita yang beda jauh aja gak mungkin kan?
Tapi… kalau bisa memilih, aku sih mau jadi pacarnya dia. Aku pun langsung menutup diriku dengan selimut. Kenapa coba mikir kayak gitu, logis lah itu gak mungkin, kataku kepada diriku sendiri.
.
.
Hari-hari selanjutnya kami tidak memiliki janji khusus, hanya kalau ketemu aja sempetin untuk jalan, ngobrol dan makan bareng. Seperti hari ini, kami tidak punya janji dan hari ini aku mau lebih bersantai.
Aku hari ini mau belanja ah, pikirku. Aku pun berjalan ke salah satu mall yang sangat besar dan terkenal di Jepang. Mall di sana tidak jauh beberbeda dengan apa yang ada di Jakarta, kecuali di sana mallnya jauh lebih besar dari apa yang ada di Jakarta.
.
.
Setelah berkeliling dan mencoba memakai beberapa baju, aku melihat seorang yang familiar, ternyata itu Ryan! Dia sedang berkeliling di bagian perhiasan dan aku perhatikan dia sedang memilih sebuah kalung.
“Ryan! Haii ngapain kamu?” kataku langsung menyapanya. “Hai Nina! Aku lagi nyari hadiah pertungan nih buat pacar aku. Kamu sendiri ngapain?” jawabnya sambil tersenyun lebar. “Aku cuman lagi liat-liat baju aja kok. Kamu mau kasih dia kalung ya?” tanyaku. “Iya nih, tapi aku bingung, kamu kan cewek pilihin donk yang bagus.” mintanya kepadaku.
Aku pun mulai melihat-lihat etalase yang ada di depanku dengan jejeran kalung emas yang indah di dalamnya. Aku pun memilih satu kalung dengan design bunga sakura kecil dengan sebuah berlian kecil di tengahnya, indah tapi sederhana.
“Kamu tunggu di sini ya aku bayar dulu.” jelasnya. Aku pun mengangguk meniyakan.
Aku berpikir enak ya punya cowok mau apa dibeliin, bahkan udah jauh Jakarta Jepang aja masih dipikirin, mau dikasih apa. Aku jadi ngiri sama pacarnya Ryan.
.
.
“Ayo kita jalan-jalan lagi,” katanya memecah pikiranku. “Koko, udah tunangan kok gak pake cincin,” tanyaku sambil berjalan. “Tumben pake koko, mukai sopan ya sekarang, iya gak apa-apa lah aku tunangan cuman di mulut aja di hati nggak, jadi kalo lagi sendiri lepasin aja,” jawabnya. “Kan emang mestinya aku panggil koko, kalo gak mau ya aku panggil Ryan lagi,” kataku sambil membuang muka. “iya, terserah kamu aja panggil apa, aku sih lebih suka dipanggil koko.” aku pun mengangguk.
.
.
Kami pun berjalan-jalan di sekitar mall, aku dan dia mencoba-coba pakaian, sambil bergaya- gaya dan tertawa. Enak ya punya temen buat seneng-seneng bareng, nggak malu satu sama lain. Gak nyangka, baru 2 hari kenal aku sama Ryan bisa kayak gini. Karena kita udah diliatin sama pegawainya karena kebanyakan coba baju kita pun kabur dari situ dan jalan- jalan ke luar.
.
.
“Eh aku haus nih kamu mau aku beliin minum gak?” tanyanya tiba-tiba. “Boleh,” jawabku singkat. “Ya udah kamu tunggu sini aja aku beli minum ya,” katanya sambil tersenyum. Ketika kembali dia hanya membawa satu botol minum air mineral. “Loh, kok koko gak beliin aku? Kan aku udah nitip,” kataku dengan nada meninggi. “Yehh, justru ini buat kamu, aku nanti sisanya aja, buat berdua aja air mineral di sini agak mahal, sama kayak 25 ribu uang Indo,” jelasnya.
.
.
Aku pun minum dan tak lupa aku menyisakan untuk Ryan. Walaupun aku cuman sisain sedikit karena aku kehausan Ryan gak marah-marah atau mengeluh dia malan menerima sisa air aku dengan senyum. Cowok sejati, kataku dalam hati, jaman sekarang mana ada sih cowok yang rela kehausan demi ceweknya, cowok bayarin makan aja udah jarang. Aku pun melanjutkan perjalananku dengan Ryan. Aku bercerita tentang kehidupan mahasiswa aku yang rumit, banyak tugas dan temen-temennya yang gak bersahabat.
.
.
Dia menesehati aku baik-baik dan mencoba mencari solusi terhadap masalah aku di kampus. Dari situ aku merasa kagum, dia bisa menjadi sosok yang sangat bijak dan menjadi seorang kakak seperti apa yang kubayangkan. Dia pun bercerita bagaimana perjodohan dia dengan pacarnya sekarang sampai akhirnya bertunangan dan nantinya akan menikah, tentang sulitnya menjadi seorang dokter yang baik, dan tentang pasiennya yang kadang aneh sekaligus lucu. Aku hanya bisa mangut-mangut, aku gak ngerti soal percintaan dan aku pastinya gak ngerti bagaimana jadi seorang dokter. Tanpa sadar hari sudah malam, tapi kami berdua gak ada satu pun yang capek, kami menikmati kesendirian dan kebebasan yang jarang ada ini.
.
.
Jujur, aku merasa nyaman banget sama Ryan, seandainya dia lebih muda dan belum bertunangan aku pasti sudah mati-matian agar dia mau jadi pacarku. Iya, mati-matian! Dari semua cowok yang aku kenal gak ada yang bisa kayak Ryan, mau berkorban buat cewek, apalagi kalau cuma temen kayak aku. Selain itu dari semua pasangan yang aku tau gak ada yang hubungannya bisa sampe kayak aku sama Ryan, kebanyakan cewek atau cowoknya berusaha jaim di depan pacarnya.
.
.
“Pulang yuk, udah malem nih,” kataku. “Temenin jalan-jalan dulu lah sebentar aku belom capek nih,” jawabnya. “Ya udah istirahat dulu donk capek nih dari tadi jalan melulu,” kataku memelas. “Yahh, masa jalan baru segitu aja udah capek? Ya udah tuh ada tempat main gitu, kamu iatirahat tapi aku mau main ya,” katanya sambil tertawa.
Aku mengangguk lemas. Aku pun duduk di salah satu bangku yang tersedia di sana. Jepang itu keren, masa di pinggir jalan ada tempat main gini, permainannya sedikit sih, tapi lumayan kalo capek jalan bisa main dulu di sini. Aku perhatikan, Ryan memilih untuk bermain capit boneka. Aku pun datang untuk menghampiri dia.
.
.
“Hadiahnya pasti buat pacar lagi.” kataku sambil tersenyum “Lah, katanya capek pas main mah ikut juga,” katanya dengan nada mengejek, “Mau liat koko berhasil apa nggak, kalo yang mainan kayak gini kan biasanya susah buat dapetnya, kalo koko bisa dapet berarti hebat,” kataku sambil mengacungkan jempol. “Nggak, nanti ini kalo dapet hadiahnya buat kamu kok,” katanya sambil memilih boneka yang menjadi target.
Aku kaget, tapi aku pasti terima kalo memang dia dapet sih.
.
.
Malam semakin larut Ryan tidak menyerah untuk mendapat boneka itu untukku. Kami sudah sekitar setengah jam di sini, tapi Ryan gak berhenti-berhenti main.
“Ko, pulang lah udah malem banget ini,” kataku memelas. “Bentar lagi lah ini udah mau dapet, abis ini janji deh ini juga tinggal satu koin lagi kok, aku mau
.
.
kasih kamu kenang-kenangan.” jawabnya.
Aku pun langsung malu dengan ungkapannya itu, aku gak sangka dia mau kasih aku kenang-kenangan. Tapi setelah dia tidak mendapat boneka tersebut terakhir kalinya, dia pun menyerah dan langsung meminta untuk pulang.
.
.
Selama di perjalanan dia meminta maaf kepadaku karena gagal untuk mendapatkan boneka itu untukku, dan tentu saja aku memaafkannya, toh aku pun tidak mengharapkan apapun dari Ryan. Jalanan di sekitar kami licin, karena tadi turun hujam sedikit. Karena keasikan memgobrol tiba-tiba Ryan terjatuh, aku pun langsung menolongnya untuk bangun, tapi karena dia terlalu berat aku pun ikut terjatuh.
Ryan, langsung bangun dan menolongku, kami pun tertawa karena aku yang ceroboh. Ketika dia membangunkanku ternyata lututku mengenai kerikil dan terluka cukup dalam, aku jadi susah berjalan. Ryan akhirnya merangkulku dan membantuku berjalan.
.
.
“Aduh kamu lama banget sih jalannya, kalo kamu kayak gini kita besok pagi baru nyampe hotel nih,” katanya sambil mengeluh. “Yah, abisnya gimana memang kakinya lagi luka kok,” jawabku. Tanpa sadar dia menariku ke belakangnya dan dia berjongkok. “sini naik aja lebih cepet,” katanya.
.
.
Aku pun berjalan melewati dia. Tapi dia mengejarku dan berjongkok lagi di depanku. Kali ini dia tidak memintaku dia langsung menggapai kedua kakiku dan mengapitnya di tangannya. Aku pun tertegun, tanpa sadar aku sudah digendong olehnya.
.
.
“Aduh ko gak usah malu diliatin orang, lagian aku kan gendut, nanti koko jatuh loh,” kataku sambil bersaha turun. “Justru kamu jangan gerak melulu nanti jatuh beneran, gak apa-apa lah biar cepet aku juga udah ngantuk.” jawabnya sambil berjalan dan mengapit kakiku lebih kencang lagi.
.
.
Tak sadar aku tertidur di dalam perjalanan, ketika sampai di hotel pun aku masih tertidur. Ketika keesokan harinya aku bangun aku tersadar kalau ini bukan kamarku. Lalu aku pun melihat Ryan yang sedang tertidur di sofa, aku pun tersadar kalau aku di kamarnya dia. Aku pun berjalan ke arah Ryan untuk menyelimutinya. Ketika aku berusaha berdiri, aku teringat luka di kakiku, luka itu sudah dibersihkan oleh Ryan. Aku pun berjalan dan menyelimutinya, aku segera mengambil tasku dan pergi ke kamarku.
.
.
Tak terasa aku harus kembali pulang ke Jakarta karena aku harus segera memulai kuliahku beberapa hari lagi. Ryan yang akan masih berada di Jepang sepertinya sangat merasa kehilangan, terlihat dari raut wajahnya yang sedih. Aku pun memesan taksi untuk pergi ke bandara, Ryan memaksa untuk ikut mengantarkan aku ke bandara. Di tengah perjalanan Ryan memberiku sebuah kotak kecil.
“Ini apaan? Kenapa kasih aku?” kataku kebingungan. “Kenanganku untuk kamu Nin, disimpen ya jangan lupain aku Nin.” katanya serius.
Aku mengangguk, tiba-tiba kepalaku ditarik olehnya dan disandarkannya kepalaku di bahunya. Aku yang kaget langsung refleks untuk mengangkat kepalaku, tapi dia menahannya dengan tangan.
“Udah kamu tidur dulu aja ini sampenya masih lama.” katanya.
Aku yang tertegun tidak bisa mengatakan apa-apa, akhirnya aku pun tertidur di bahunya.
.
.
Sesampainya kami di bandara dia langsung membangunkan aku dan membantu mengeluarkan barang-barang yang kubawa. Tak lupa kami juga mengucapkan selamat tinggal dan dia memberiku pelukan hangat. Saat di pesawat, perjalananku terasa berbeda tanpa dia. Terasa sepi. Aku akhirnya teringat dengan kado pemberian Ryan, rasanya tak enak gak ngasih apa-apa ke dia.
Saat dibuka ada kertas yang berisi surat dari Ryan kepadaku, di balik kertas itu ada kalung emas sakura. Ya, kalung itu yang aku pilih beberapa hari lalu untuk pacarnya Ryan. Aku kaget dan merasa heran. Setelah itu aku buka surat yang ada bersama hadiahnya tersebut. Begini katanya:
.
.
“Bye Nina, jangan lupain kokomu ini ya, kita emang cuman kenal beberapa minggu tapi jujur aku dalam waktu yang sedikit itu sayang banget sama kamu. Bukan sayang seorang koko untuk adik tapi lebih ke dari cowok ke pacarnya. Aku gak tau apa kamu rasain yang sama tapi setidaknya aku rasainnya begitu. Aku mulai mikir kita jodoh saat kita ketemu di mall itu, aku emang lagi milih kado buat pacar aku, tapi gak tau kenapa pas liat kamu aku mau kasih kamu aja, Nin. Karena itu aku minta kamu yang pilih. Nina, jujur kalo misalnya aku belum tunangan kita pasti udah pacaran sekarang, tapi kalau aku sampai batalin tunangan aku, aku pasti udah diusir dari rumah. Aku sempet mikir pengen kawin lari sama kamu, Nin. Tapi aku mikir kamu kan masih kecil, gimana bisa? Jadi aku mengurungkan niat aku nih buat kamu. Jadi kamu kalo sampe lupa sama aku sih, keterlaluan ya. Kamu pokoknya jangan lupain aku.”
.
.
Isi suratnya membuatku tertawa sekaligus terharu. Ternyata selama ini dia menyimpan rasa untukku, aku kira dia hanya menganggapku adiknya. Jujur, kalau memang boleh mengatakannya aku juga menyimpan perasaan kepadanya, tapi aku mencoba memendam perasaan itu dan menganggapnya sebagai rasa sayang adik terhadap kakaknya. Aku memandang kalung tersebut, indah dan penuh memori. Seandainya, dia bertemu aku sebelum pertunangan itu terjadi, kita tak perlu diam-diam menyimpan rasa seperti ini.
Kita tak perlu untuk berpura-pura dan berakting. Menurutku, umur kami yang terpaut cukup jauh bukanlah halangan, asal kami selalu mencintai satu sama lainnya. Mungkin kisahku dengan Ryan hanya merupakan sebagian kecil dari kisah hidupku, tapi percayalah sebagian kecil itu mempunyai makna yang besar
.
.
untukku. Mungkin ini tidak pantas dikatakan sebagai kisah cinta, tapi percayalah kalau ini merupajan kisah cinta paling indah untukku. Mungkin kisah ini hanya sebatas kisah kasih biasa saja tapi, percayalah kisah ini merupakan kisah kasih yang jauh lebih berarti dibandingkan kisah kasih tak sampai. Mungkin kami tidak bisa saling mencintai, tapi percayalah kalau kami memang ditakdirkan untuk bersama.
.
.
TAMAT
.
.
Cerpen Karangan : Ninabelle

Facebook Pengarang : Niinabelle Nathania

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Cerpen Pramuka | Sakura Dan Kamu - Ninabelle"

Post a Comment