Cerpen Pramuka | The Pieces Of Memories - Aurora Rezki

Pict From Instagram Account - @agnailmaa

Dingin. Hawa yang terasa di sekitar tubuhku sangat dingin padahal matahari masih menunjukan cahayanya.
“Hosh, hosh.” Ini sangat melelahkan, mengapa jalan ini terasa sangatlah jauh bagiku.
Terlihat gerbang telah tertutup. “Untungnya ini bukan masalah bagiku,” segera saja kubalikan badanku dan kulangkahkan kakiku menuju ke gerbang belakang sekolah. Kunaiki gerbang itu yang tingginya hanya lebih 2 inci dariku.
.
.
“Hap,” oke berhasil seperti biasa dan kini aku harus cepat masuk ke dalam kelas. Entah angin apa yang membawaku ke dalam keberuntungan, guru yang sedang mengajar ternyata tidak ada di kelas. Dan tentu saja kalian tahu apa yang dilakukan para murid saat tidak ada guru. Anak-anak yang tadinya memiliki fake diligent face akan berubah dalam sekejap dan mereka akan sibuk pada aktivitasnya masing-masing bahkan mereka bisa saja tidak menyadari bahwa ada siswa yang telat.
Dan, owh see, i’m true
.
.
Aku masuk dengan santai ke dalam kelas tanpa diperhatikan oleh mereka dan duduk di bangku paling pojok depan, tempat favoritku. Mungkin kalian akan berpikir aku adalah sesosok anak yang rajin, but you wrong, aku memilih tempat duduk di depan bukan karena aku ingin lebih memerhatikan guru ataupun ingin lebih memahami pelajaran yang diberikan, melainkan aku ingin melihat seseorang. Sesorang yang membuatku penasaran dan entah mengapa aku ingin mengenalnya lebih dalam.
.
.
Kupasang earphoneku untuk mengurangi suara berisik dari dalam kelas. Dan mataku mulai terpejam beberapa waktu.
Teett
Bunyi nyaring bel sekolah yang memekakan telinga membuatku terbangun. Kupasang mata ke seluruh ruangan kelas untuk memastikan kondisi yang terjadi. Dan terlihat anak-anak yang mengobrol dengan sesama gengnya tetapi ada juga yang melangkahkan kakinya ke luar kelas untuk mendapatkan makanan mereka di kantin.
.
.
Lalu mataku tertuju terhadap seorang anak berkaca mata yang duduk di baris paling pojok yang berada di sisi lain dari tempatku duduk, Joe, ia menatapku dengan sangat serius.
Melihat hal itu, aku langsung mengoreksi diriku. Kuraba-raba baju seragamku kalau-kalau ada yang salah dengan bajuku atau penampilanku. Tapi tidak ada, semua kancing bajuku terkait, dasi yang kukenakan juga tidak miring. Tidak juga menemukannya, kulupakan semua itu.
.
.
Kuambil kaleng capuccino yang selalu kubawa dalam tas. Kutatap sejenak pintu yang terbuka melihatkan kondisi di luar kelas. Para murid yang berlalu lalang dan tiba-tiba mataku terpaku oleh seorang gadis yang berlalu.
Aku tertegun
“Yap dia” dengan sigap aku berdiri dan mulai mengikutinya.
Kuberjalan di belakangnya menatap punggungnya yang ramping dengan rambut pirangnya sebahu.
“Seiraa” panggil seorang perempuan yang sudah berdiri bersama dua orang perempuan lainnya yang kukira mereka adalah teman Seira, yah Seira yang dipanggil adalah perempuan yang sedang kuikuti.
.
.
Seira pun menuju teman-temannya untuk bergabung dan langsung menuju kantin.
Karena telah sering mengikutinya maka ku hafal dengan kebiasaan yang seira lakukan.
Aku memilih meja yang strategis agar dapat melihatnya lebih jelas, walaupun tidak sampai terdengar pembicaraan mereka. Hanya saja terlihat dengan jelas dari sini wajah Seira yang berseri-seri serta ceria yang membuatku melihatnya menjadi damai. Mereka tampak senang sekali bahkan salah satu temannya ada yang tertawa sampai terbahak-bahak, entah apa yang mereka bicarakan. Tapi tidak berapa lama Seira bangkit dari tempat duduknya dan meninggalkan teman-temannya.
.
.
Aku pun dengan sigap menjadi stalkernya lagi secara langsung. Aku tidak peduli jika ada yang menatapku mengikuti seorang gadis karena memang tidak akan ada yang memerhatikanku. Aku yang sudah terbiasa dengan sikap orang-orang yang tidak peduli kepadaku.
Yeah, tidak ada yang peduli padaku lagi saat ini.
Bahkan keluargaku telah pergi meninggalkan aku sendiri di dunia ini, dan aku tidak ingin tinggal dengan paman atau bibiku karena itu akan menambah beban mereka.
Mungkin tidak tepat bila kukatakan tidak ada yang peduli padaku, tapi akulah yang membuat mereka agar tidak peduli terhadapku. Aku tidak ingin merasa dikasihani dan aku juga tak ingin membebani orang lain. Maka kubuat semua orang menjauh dari kehidupanku dan dengan begini aku dapat hidup dengan semauku.
.
.
Dahulu aku salah satu orang yang sangat patuh di dalam keluargaku. Mereka akan dengan senang hati memberikan pekerjaan mereka kepadaku dan tentu saja dengan ikhlas kukerjakan sampai dimana mereka semua meninggalkanku saat ada kebakaran yang menimpa rumah yang didiami aku dan keluargaku dan bodohnya hanya aku yang saat itu berada di luar rumah karena sedang kerja kelompok.
Diriku mulai lelah, lelah karena kebahagiaanku direnggut. Semua yang berada di dekatku selalu kuperlakukan dengan baik. Tapi mengapa, mengapa hanya aku yang ditinggal di dunia yang penuh drama ini. Aku yang aktor protagonis di sini ingin vakum dari semua drama ini. Kukeluarkan emosiku dengan menjauhi orang-orang di sekitarku dan mulai hidup bebas.
.
.
Sekian lama aku menjauh dari orang-orang, tetapi kini aku bertemu seseorang, seorang wanita yang berjalan di depanku ini, tanpa ia sadari ia telah menghipnotisku sampai bisa mengikutinya seperti sekarang ini.
Seira berbelok ke kiri ke dalam kelas dan terlihat menuju ke sebuah tas yang tergeletak di atas meja. Ia membuka tas dan mengambil note kecil yang seperti diary lalu ingin melangkahkan kakinya keluar kelas lagi.
Kupikir ini adalah tahap yang baik untuk pertama kali memulai pembicaraan karena dia akan melihatku yang sedang berada di dekat pintu kelasnya.
.
.
Dan saat dia ingin keluar
“Ngg..” ucap Seira sambil menatap ke.. Arahku sepertinya.
Baru saja ingin kubalas dengan melambai
“Hei, apa yang kau cari?” tanyanya.
“Ngg hmm..” aku baru saja ingin menjawabnya
“Aku mencari Dilan, dia dipanggil bu Riana di ruang bk.” Kata seorang pria yang ada di belakangku.
“Owh, maaf nik aku tidak melihatnya, mungkin dia masih di kantin. Kalau begitu aku duluan ya” tersenyum lalu melangkah menjauh.
Aku sedikit terperangah, kecewa, bagaimana bisa ia menghiraukanku, tidak lihatkah ia aku di sini, apakah aku sejauh itu dari orang-orang sehingga tak layak untuk diajak bicara.
.
.
Ha ha ha harusnya aku senang dengan hal ini, aku yang menginginkan semua ini. Tapi rasa sakit di hati ini tak dapat membohongiku, aku yang memulai semua ini maka akan kuselesaikan semuanya juga.
Dan kupastikan aku mengikutinya lagi dan akan bicara dengannya kali ini.
Kulangkahkan kaki menuju arah yang Seira lalui, karena Seira sudah menghilang tak terlihat. Kuedarkan pandanganku mencari-cari di mana gadis pirang itu berada, sambil sesekali melangkahkan kaki dengan pelan.
Dan, she’s there!
Di bangku taman belakang sekolah, sedang memegang buku diary dan mulai menggoreskan buku itu dengan pulpen yang telah ia bawa. Dan..
Hey, tunggu
Ia mulai menangis, air matanya berjatuhan membasahi seragamnya. Ada apa dengannya?
Melihat dia seperti itu hatiku terasa teriris-iris, tanganku terasa dingin, oh bung, tentu saja tanganku terasa dingin, aku masih memegang cappucino yang sedari tadi kubawa dan belum sempat kuminum.
.
.
Ingin rasanya aku menghampirinya, kulangkahkan kakiku ke depan dengan sangat perlahan dan aku hanya dapat berjalan sampai pohon yang menghalangi langkahku. Kakiku seperti tak bisa melaju lagi. Yang kulakukan hanya terdiam diri di belakang pohon, menatapnya.
Hh kujatuhkan diriku berbalik agar aku dapat bersender pada pohon, kubuka capuccinoku dan mulai meminumnya.
Meminum capuccino yang lezat ditemani suara isakan tangis gadis yang kusukai.
Glek gleek kutaruh kaleng capuccinoku yang sepertinya masih tersisa setengahnya. Sudah muak ku dibuatnya. Kubangkitkan badanku lalu meninggalkannya.
.
.
Kubalik ke dalam kelas
Dan lagi-lagi Joe melihatku dengan serius, aku anggap itu biasa awalnya, tapi sampai aku duduk di tempat dudukku ia juga masih melihatku sampai sekarang.
Sebenarnya ada apa dengan anak ini?
Ingin sekali kuhampiri dia dan tonjok muka sok nya. Tetapi kenyataannya aku hanya menghampiri dia bahkan belum selesai aku menghampiri Joe. Tubuhnya malah terlihat gemetar dan keringat bercucuran lalu dia lari terbirit-birit ke luar kelas.
Uwwh dia sangat menghinaku apakah mukaku seseram setan sampai ia lari terbirit-birit?
Ku balik ke tempat dudukku dan menarik nafas panjang.
“Hfft. Owh aku sangat tidak bersemangat.” Batinku. Tetapi tiba-tiba Seira berada di dekat pintu kelasku seperti mencari seseorang dan yang kutahu pasti bukan aku.
.
.
Dan benar saja, ada salah satu anak perempuan di kelasku yang menghampirinya, Setelah beberapa menit mengobrol yang tidak kuketahui pembicaraannya. Kulihat raut wajah Seira berubah dalam sekejap menjadi panik.
Saat aku tidak ingin terlibat dalam permasalahan baru, aku mulai membenamkan wajahku di tangan yang telah kurengkuh.
GUBRAAK
Aku terkesiap, kulihat kondisi anak-anak yang langsung menghampiri arah suara dan terlihat seorang gadis berambut pirang sebahu yang tengah digendong oleh beberapa anak.
Mataku hampir tak percaya. Seira. Seira pingsan. Dengan sigap aku berlari ke arah segerombolan anak yang tengah menggendong seira.
Aku hanya dapat melihatnya, tanpa dapat berbuat sesuatu untuknya.
.
.
Sekarang ia terbaring lemah di rumah sakit. Ku hanya diam tak bergeming, menatapnya tak berguna, menunggunya hingga sadar.
Beberapa detik berlalu
Ia terbangun dan lagi lagi meneteskan air mata. Kulihat ia berbicara kepada orang yang sedari tadi menjaganya. Orang itu pun terlihat mengangguk tanda setuju.
Seira keluar dari kamarnya tanpa menoleh ke arahku sedikitpun, ya, sama seperti saat ia mengabaikanku di sekolah.
Dan apakah dia akan selalu seperti itu, mataku tampak sakit menahan air mata serta sesak di dada.
Tapi entah kenapa
Bertubi tubi ia membuat lubang di hatiku
Menusukkan pisaunya tepat di hatiku
.
.
Aku tetap mengikutinya dan merasa memang itu yang harus kulakukan.
Dengan sigap ku lari layaknya orang yang tak karuan untuk mengejar dia, dia yang tak pernah memerhatikanku, dia yang telah meninggalkanku, yang tak pernah menoleh barangkali sedetikpun kepadaku.
Seira memasuki mobilnya dan mulai melaju. Kubuntuti mobil tersebut dari belakang.
Mobil itu terhenti.
“Inikah tempatnya?” tanyaku dalam hati.
Beribu-ribu Gundukan-gundukan tanah ia lewati sampai tiba di salah satu gundukan yang terlihat masih gembur tanda baru digali, kembang segar telah menyebar menutupi gundukan, dan yang terpenting sebuah papan bersegi panjang. Warna papannya yang putih telah tergoreskan sebuah nama, Seth gamiruz,
Apa apaan ini
Apa ini lelucon
Ini sungguh tidak lucu, batinku tak karuan
Keringat dingin pun bercucuran. Hawa di sekelilingku terasa dingin padahal matahari masih menunjukan cahayanya.
Buku diary yang masih terpegang oleh seira ditaruh di atas gundukan tanah yang masih basah itu.
Tertiup angin, lembar per lembar mulai terbuka. Nampak tanggal serta tulisan-tulisan yang dibuatnya tercantum di dalamnya.
.
.
First met, ia selalu menungguku saat istirahat bahkan ia yang menemaniku saat ku sedang menghirup udara segar di taman belakang sekolah.
Second met, dia masih juga menungguku. Tepat bel istirahat berbunyi. Dia akan selalu ada di kantin menatapku. Di tangannya selalu terggenggam kaleng capuccino.
Third met, kali ini ia memberanikan diri dengan memberikanku kaleng capuccino dan kumulai jatuh hati. Aku sangat senang untuk itu dan sekaligus sedih karena aku harus melakukan terapi nanti di rumah sakit.
Fourth met, dia masih juga menungguku. Dan aku sangat senang karena kini aku dan dia sudah mulai saling melakukan percakapan.
Fift met, kita meminum capuccino di belakang taman sekolah, kutanya mengapa ia sering meminum capuccino. Ia langsung tertawa terbahak-bahak, ia bilang kehidupan kita seperti capuccino karena kehidupannya merupakan kepahitan dan ia bilang karena aku hadir dalam kehidupannya, kepahitan tersebut agak tertutupi dengan kehidupanku yang manis.
.
.
😀
Six met, saat kami sudah bertemu di taman belakang sekolah. Aku mengatakan bahwa diriku mulai menjauh dengan teman-temanku. Lalu ia bertanya mengapa, dan kujawab entahlah. Dia terdiam beberapa saat dan mulai membuat lelucon untuk menghiburku. Kupikir ia terdiam untuk membuat lelucon. 
Sevent met, ia tak berada di taman belakang sekolah lalu kutunggu ia. Tiba-tiba ia datang dengan sedikit tergesa-gesa. Dia bilang dia telat tadi. Dan dia punya trik agar bisa masuk yaitu dengan memanjat gerbang belakang sekolah. Aku bilang kepadanya jangan seperti itu. Tapi ia berbicara aku harus mencobanya. Aku tertawa mendengar itu.
Eight met, dia tidak berada di taman belakang sekolah lagi, ku tunggu ia. Untuk berapa menit, aku masih memasang senyumku untuk menyambut kedatangannya. Tetapi sudah hampir setengah jam ia tak kunjung datang. Bel akan segera berbunyi tanda masuk.
.
.
Nine met, ia tak berada di sana lagi. Mungkin ia terlalu sibuk pikirku atau ia telat sekolah, atau jangan jangan ia meninggalkanku. Pikiranku mulai tak karuan. Aku mulai meninggalkan taman dan melaju ke kelas dia. Ku tanya temannya apakah seth masuk sekolah. Dan temannya berkata ia tidak masuk sekolah. Aku tanya apa sebabnya ia tidak masuk. Temannya berkata tidak ada kabar dari seth dan temannya bilang ia akan beritahu esok bila ada kabar yang masuk. Maka aku sangat menantikan hari esok.
Last met, saat ingin ku pergi ke taman, teman-temanku memanggilku, aku menghampiri mereka dan mengikuti mereka ke kantin. Tetap saja tidak memperbaiki moodku, aku pergi ke taman belakang. Aku menangis, menangisi diriku sendiri. Kenapa aku harus mengenal dia. Kenapa aku harus jatuh hati padanya. Kepalaku mulai pening, karena tangisanku yang sudah mulai menjadi-jadi. Tercium aroma cappucino, yang membuatku teringat kepadanya, seth gamiruz, yang telah membuat hidupku berwarna, yang selalu menungguku, yang selalu menghiburku dan selalu ada untukku. Hari ini aku akan mengetahui dengan segera apa penyebab seth tak masuk sekolah dan tak menemuiku.
.
.
Lembar-lembar diarynya masih terbolak-balik di tiup angin.
Seira tertunduk sambil menengadahkan tangannya, dan mulai terdengar suaranya yang serak yang dikarenakan tangisannya tadi.
“Aku tidak menyangka seth, kau pergi lebih dulu meninggalkanku.” terdengar isakannya sedikit.
Aku masih diam tak percaya
“Tapi kau tahu, aku akan segera menyusulmu dikarenakan penyakit jantungku yang takkan bisa bertahan lama.”
Mulai kulihat tubuhku dan kau takkan percaya yang kulihat adalah seperti gas sitoplasma, sitoplasma yang melekat di tubuhku bukan daging atau tulang.
Ternyata karena ini, karena ini aku selalu tak diperhatikan, karena ini dia tak pernah ingin berbicara kepadaku, karena tubuhku yang telah berubah menjadi sitoplasma.
“Kau ingat saat kita mulai saling berbicara dan kau selalu membawakanku capuccino kesukaanmu. Dan kau harus tahu lagi, terkadang masih tercium aroma capuccino yang selalu kau bawakan untukku.” Terdengar helaan panjang dari Seira
.
.
“Segalanya telah kau lakukan untukku. Kini kurelakan kau agar tenang di sana dan diary ini adalah sebagai pengingat bahwa kau tak pernah menyerah untuk memperjuangkanku dan kini aku yang akan memperjuangkanmu. Tunggulah.”
Sekarang ku tersadar kejadian hari ini merupakan bagian bagian memori yang masih terekam jelas dalam pikiranku. Aku yang tidak bisa melupakannya akan selalu memikirkan seira walaupun tubuhku sudah tak nyata lagi.
Hawa dingin yang berada di sekitar tubuhku perlahan lahan mulai berganti menjadi panas, sitoplasma ini pun tak bisa menahannya seperti tertarik ke atas dan seperti tak akan bisa kembali lagi ke dunia yang penuh dengan drama ini.
2 tahun telah berlalu
Acara kelulusan akan diadakan
.
.
“Sekarang kalian akan menempuh ke dalam bidang dunia kalian masing-masing dan selamat kepada siswa siswi yang lulus dalam ajaran tahun 2016. Tidak lupa kita doakan para teman kita yang tidak dapat menyelesaikan tugasnya hingga harus ada pengulangan agar mereka mendapat pengetahuan yang bisa lebih berguna untuk mereka. Dan juga tidak lupa kita doakan siswa sekaligus teman kalian Seth gamiruz dan siswi Seira bramawira semoga kedua arwah mereka diterima di sisinya. Dan saat ini kalian harus menghadapi kenyataannya. Tidaklah mudah untuk mencapai perjalanan sampai saat ini, semoga bekal yang telah kalian terima di sma ini cukup untuk nanti. Dan sekali lagi selamat kepada kalian siswa siswi yang lulus tahun ajaran 2016”.
“Yeeaay” sorak anak-anak.
“Selamat ya Joe akhirnya kita akan memilih jurusan kita” jabat salah seorang anak kepada Joe.
“Yo bro sama-sama. Congrats too yo” balas Joe sambil membalas jabat tangan temannya.
Joe menatap ke seluruh ruangan dan matanya terhenti, dan seulas senyuman terukir di wajahnya, di meja yang terletak di depan pojok nampak seorang lelaki sitoplasma sedang memegang tangan gadis cantik sitoplasma berambut pirang pendek sebahu. Nampak wajah kedua orang tersebut ikhlas dan berseri-seri tanda bahagia.
.
.
Cerpen Karangan : Aurora Rezki
Blog Pengarang : aurorarezki.blogspot.com

Line Pengarang : @rarezam

Sumber : https://kakakiky.blogspot.co.id/2017/04/cerpen-pramuka-pieces-of-memories.html

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Cerpen Pramuka | The Pieces Of Memories - Aurora Rezki"

Post a Comment